Langsung ke konten utama

BIG DATA AS A NEW BUSINESS ‘WAY OF LIFE'


“Young people should be at the forefront of global change and innovation. Empowered, they can be key agents for development and peace.” – Kofi Annan.
      Keberadaan pemuda tentu dapat menjadi pendorong bagi suatu bangsa dalam melakukan perubahan dan inovasi yang dapat membawa pengaruh besar bagi pembangunan negara. Indonesia, sudah semestinya bangga, sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki dua dari tiga penduduk yang berada dalam usia produktif, yakni usia 15-64 tahun.
         Bahkan, hal tersebut akan terus berlanjut hingga 10-20 tahun mendatang, yang menyebabkan Indonesia berada dalam bonus demografi, yakni suatu keadaan dimana jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar dibandingkan usia non-produktif. Kondisi ini tentu dapat menjadi anugerah bagi Indonesia, karena dengan melimpahnya jumlah angkatan kerja maka beban ketergantungan penduduk usia non-produktif kepada penduduk usia produktif semakin rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dari tingkat ketergantungan (dependency ratio) Indonesia pada tahun 2010 yang berada di angka 50,5 (artinya bahwa setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar 50 penduduk tidak produktif) dan turun menjadi 48,6 pada tahun 2015, dimana angka ini akan terus mengecil hingga tahun 2030 mendatang.
       Fenomena bonus demografi ini bagaikan pedang bermata dua, yang dapat menjadi berkah apabila pemerintah mau mengembangkan kualitas sumber daya manusia—terutama angkatan kerja, memperluas lapangan pekerjaan, serta meningkatkan layanan pendidikan dan kesehatan masyarakat. Namun sebaliknya, fenomena ini dapat pula menjadi musibah apabila keempat faktor tersebut tidak dikembangkan secara maksimal, sehingga akan mengakibatkan meledaknya jumlah pengangguran. Oleh karena itu, bonus demografi ini haruslah dimanfaatkan sebagai jendela peluang (windows opportunity) untuk memajukan perekonomian Indonesia. Peluang tersebut juga didukung oleh status Indonesia yang saat ini telah masuk ke dalam kelompok negara berpenghasilan menengah (middle income countries). Pergeseran status Indonesia dari negara berpenghasilan rendah menjadi menengah, akan memberikan dampak yang cepat kepada jumlah total agregat permintaan dan penawaran. Pada level tertentu, negara berpendapatan menengah akan menjadi tidak kompetitif pada sektor industri bernilai tambah, seperti manufaktur. Selain itu, industri padat karya akan mulai berpindah ke negara berpenghasilan rendah sehingga pertumbuhan ekonomi pada negara tersebut akan cenderung stagnan atau bahkan menurun. Hal tersebut menyebabkan negara tersebut tidak hanya mengalami kesulitan untuk bersaing dengan low-wage countries, tapi juga kesulitan untuk bersaing dengan high-technology countries, yang dikenal sebagai middle income trap.
         Oleh karena itu, diperlukan usaha serta kerja keras agar Indonesia dapat survive dari fenomena middle income trap dengan memperkuat kapabilitas industri (yakni peningkatan jumlah SDM terampil) serta memperbaiki pola penyerapan tenaga kerja, yang pada akhirnya akan mendorong pendapatan per kapita. Salah satu langkah nyata yang dapat dilakukan adalah melalui peningkatan daya saing serta produktivitas masyarakat Indonesia, seperti memperluas kesempatan bisnis baik itu pada sektor industri berskala besar maupun industri berskala kecil dan menengah, mengingat pada tahun 2013 Indonesia masih menduduki peringkat 128 dari 185 negara yang disurvei dalam kriteria kemudahan melakukan bisnis.4 Meskipun begitu, perkembangan bisnis dan usaha di Indonesia dapat dikatakan cukup pesat melihat hasil Sensus Ekonomi 2016 yang menyatakan bahwa terjadi kenaikan jumlah usaha (non-pertanian) sebesar 16,9 persen, dari angka 22,7 juta pada tahun 2006 ke angka 26,7 juta pada tahun 2016. Menurut Kepala BPS, Suryamin, peningkatan jumlah usaha tersebut juga dipicu oleh perkembangan teknologi informasi yang menyebabkan penambahan sejumlah usaha dan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar pada sektor e-commerce. 5
Hal tersebut tidaklah mengherankan mengingat dunia saat ini sedang berada pada era digital, dimana akses terhadap komunikasi dan informasi sangatlah mudah melalui smartphone dan gadget yang kian banyak dimiliki oleh masyarakat. Pertumbuhan pesat pangsa pasar e-commerce di Indonesia memang sudah tidak bisa diragukan lagi. Dengan jumlah pengguna internet tertinggi di Asia Tenggara, yakni mencapai angka 93,5 juta pada tahun 2015 dan dan diprediksi akan mencapai lebih dari 102 juta orang pada tahun 2016, pasar e-commerce menjadi tambang emas yang sangat menggoda bagi sebagian orang yang bisa melihat potensi ke depannya. Pertumbuhan ini didukung dengan data dari Menkominfo yang menyebutkan bahwa nilai transaksi e-commerce pada tahun 2013 mencapai angka 130 triliun rupiah.6 Tidak dapat dipungkiri, perpaduan antara semangat berinovasi serta kemajuan teknologi membuat semua kalangan—baik generasi muda, maupun generasi yang lebih tua—kini tidak ragu lagi dalam memulai sebuah bisnis. Hadirnya sharing economy yang menawarkan kemudahan, pilihan yang beragam serta akses yang luas terhadap ketersediaan barang dan jasa ternyata dapat menyentuh setiap lapisan masyarakat. Barang-barang bekas layak pakai, rumah yang menganggur, kendaraan-kendaraan pribadi, serta aset-aset lain yang biasanya hanya digunakan untuk memenuhi kepentingan pribadi, kini bukan lagi menjadi suatu hal yang hanya dapat dinikmati sendiri, everyone can have it, everyone can use it, and everyone can earn money from it. Fenomena ini secara tidak langsung berperan aktif dalam mengubah mindset masyarakat bahwa berbisnis tak selalu berarti membeli dan menguasai, namun ia juga dapat berarti saling berbagi dengan apa yang saat ini kita miliki.
         Tak heran, pada era digital seperti sekarang ini kehidupan bisnis pun semakin berada di atas awan. Berkat teknologi, kini perusahaan dapat bergerak lebih lincah, terhubung lebih baik dengan sumber daya manusia dan barang, mendapatkan masukan untuk mengambil keputusan yang lebih baik, dan melindungi data-data penting yang didapat dari hasil peningkatan digitalisasi. Namun, tak berhenti sampai disitu, tantangan dan permasalahan yang berpotensi terjadi dalam proses transformasi bisnis ke arah digital sepertinya membutuhkan perhatian khusus dari pelaku bisnis itu sendiri. Perusahaan kini dituntut untuk dapat mengubah model bisnis menjadi lebih efisien, menyusun strategi efektif yang mampu menghadirkan nilai tambah baru serta mampu mengimplementasikan teknologi dengan tepat. Oleh karena itu, para profesional bisnis perlu berhati-hati dalam pemilihan teknologi untuk menemukan peluang pasar yang baru di tengah kondisi perekonomian yang semakin dikuasai oleh empat pilar digital yaitu cloud computing, social media, big data analytics, dan mobility.
          Keempat pilar tersebut memainkan peran penting dalam kelangsungan bisnis berbasis digital atau online yang kini kian menjamur di Indonesia. Segala data dan transaksi berbasis online tersimpan dalam suatu medium penyimpanan yang dapat diakses secara cepat dan mudah dengan internet, yang dikenal pula dengan istilah cloud computing. Sehingga dengan hadirnya fitur cloud computing ini, perusahaan skala kecil maupun besar tak perlu khawatir akan biaya yang melangit dalam pembelian hardware untuk media penyimpanan, serta pengelolaan website perusahaan pun menjadi lebih efisien karena data yang dihasilkan dari web dapat tersinkronisasi langsung dengan cloud melalui jaringan internet. Selain itu, kemudahan akses via mobile yang sudah tak asing lagi di tengah masayarakat, ternyata berdampak pada merebaknya pengguna social media di Indonesia. Dimana menurut data dari Menkominfo, pengguna social media di Indonesia, seperti facebook, menembus angka 65 juta pengguna, sementara pengguna twitter mencapai angka 19,5 juta, serta line berada di angka 10 juta pengguna.6 Fakta tersebut tentunya menjadi peluang besar bagi para pelaku bisnis—selain sebagai media yang paling ampuh untuk mencapai tujuan marketing—kehadiran social media juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kebutuhan pasar serta strategi pemasaran yang efektif guna menaikkan permintaan. Melalui data historis transaksi, penjualan, pemasaran produk maupun data berskala besar lainnya yang diperoleh, dapat dilakukan analisis lebih lanjut yang dikenal sebagai big data analysis. Dimana analisis ini sangatlah berguna untuk mengetahui pola konsumsi masyarakat, sehingga para pebisnis dapat melakukan inovasi serta peningkatan pada produk yang ditawarkan, dimana hal ini akan berdampak pada naiknya volume penjualan, serta meningkatkan efisiensi dan keberhasilan usaha yang mereka lakukan.
          Tak diragukan lagi, data kini bagaikan aset berharga bagi perusahaan yang dapat menjadi pondasi dalam pengambilan keputusan. Sehingga banyak perusahaan berskala besar yang kini semakin yakin untuk menaruh perhatian lebih pada big data analysis, dimana menurut survey yang dilakukan Gartner pada tahun 2014, 73 % perusahaan yang dijadikan responden menyatakan rencana mereka untuk menginvestasikan penghasilan mereka pada big data analysis.7 Sedang di Indonesia sendiri, sebanyak 60 % perusahaan berencana membelanjakan anggaran mereka untuk big data.8 Namun, pernyataan besar yang seringkali muncul di benak para pelaku bisnis saat ini adalah bagaimana membuat big data ini bekerja untuk menghasilkan informasi yang berharga? Bayangkan big data sebagai sebuah mesin, untuk meningkatkan kinerja sebuah mesin tentunya hal dasar yang harus diperhatikan adalah bagaimana merakit komponen-komponen mesin tersebut secara tepat, sehingga mesin dapat berjalan stabil dan berkelanjutan. Lalu apa saja komponen yang mendasari mesin bernama big data tersebut?
           Pertama tentunya adalah sumber data. Sekumpulan data yang membentuk sebuah big data jelas bukanlah data sembarangan, big data terus berkembang bahkan dalam hitungan detik yang tak jarang menyebabkan ledakan data; dimana apabila hal ini tidak diorganisir dengan baik maka data tersebut hanya akan menjadi sekumpulan objek yang tak mempunyai arti apa-apa. “Data kini ada dimana-dimana.” Mungkin ungkapan tersebut sangatlah tepat untuk menggambarkan begitu beragamnya sumber data yang ada di dunia. Data mengenai sistem operasional dan fungsional dari suatu perusahaan; data sensor dan catatan kinerja harian dari suatu mesin; data pageviews, feedback¸ tulisan, dan objek media lainnya yang berasal dari suatu website; unggahan foto, video, pesan, bahkan status yang berasal dari social media; data transaksi, deskripsi dan pemasaran produk, serta identitas customer yang berasal dari situs-situs e-commerce; data tentang riwayat kesehatan pasien pada suatu rumah sakit; data dalam lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, perusahaan telekomunikasi, dan tentunya masih banyak sumber data lainnya yang begitu besar dan memiliki kompleksitas yang tinggi untuk dianalisis lebih lanjut.
          Kesemua data tersebut disimpan dalam suatu ‘bunker raksaksa’ yang disebut sebagai data warehouse yang berisi sekumpulan database dari berbagai sumber, untuk kemudian dapat dilakukan manajemen dan integrasi data yang efektif sesuai dengan keinginan para pelaku bisnis. Komponen kedua ini—yakni data warehouse—juga merupakan hal yang penting mengingat big data identik dengan tiga ciri utama : volume (ukuran), variety (jenis yang beragam), serta velocity (kecepatan perkembangan data), sehingga diperlukan suatu wadah yang dapat menyimpan keseluruhan data yang efisien dan mudah dioperasika oleh penggunanya. Dan komponen terakhir yang tentunya memegang peran krusial adalah big data analytics tools yakni alat yang digunakan oleh eksekutif, manajer, maupun data analyst dalam menganalisis data mereka guna memperoleh pengetahuan tentang pelanggan, prediksi model yang sesuai, serta tindakan yang sebaiknya dilakukan agar tujuan bisnis dapat tercapai. Untuk membuat semua komponen bekerja dengan baik tentunya diperlukan suatu desain dan arsitektur data yang kompleks yang tidak hanya mengatur aliran data saat ini, namun juga tren bisnis jangka panjang yang mengacu pada suatu tujuan spesifik yang diinginkan oleh pelaku bisnis itu sendiri.
“I firmly believe that big data and its implications will affect every single business—from Fortune 500 enterprises to mom and pop companies—and change how we do business, inside and out.” – Bernad Marr, dalam majalah Forbes.
        Perkembangan bisnis online saat ini sungguh membuat banyak mata tercengang; bagaimana tidak, kemudahan akses serta peluang pemasaran yang besar begitu menggiurkan dan membuat setiap lapisan masyarakat berbondong-bondong masuk ke dalam arusnya. Perkembangannya pun tidak sembarangan, jumlah bisnis online saat ini bertambah secara drastis dan jumlah pelaku bisnis maupun pelanggannya pun kian meningkat hingga rasanya wajar saja jika fenomena ini dijuluki sebagai online business overload. Sehingga tentunya hal itu berdampak pada satu pertanyaan : bagaimana agar pelaku bisnis dapat survive dari persaingan ketat yang terjadi di antara milyaran pelaku bisnis lainnya? Kuncinya ada di dua faktor : peningkatan daya saing dan produktivitas. Agar suatu bisnis dapat bersaing, maka hal yang harus dilakukan adalah mencari strategi untuk mengambil hati para pelanggan, karena pelanggan merupakan faktor penentu paling penting dalam keberhasilan suatu bisnis. Oleh sebab itu, para pelaku bisnis haruslah lebih cerdas dalam memahami keinginan pelanggan, menanamkan kepercayaan pada pelanggan, memberikan servis yang memuaskan, serta mempertahankan loyalitas pelanggan. Hal tersebut tidaklah mudah, namun melihat begitu banyak data yang tersebar sekarang ini, rasanya untuk mencapai tujuan tersebut bukanlah hal yang mustahil, terlebih akses mobile yang semakin marak digunakan, membuat informasi akan pelanggan dapat dengan mudah diperoleh hanya dalam ‘sentuhan jari’.
         Agar proses understanding customer dapat berjalan dengan baik diperlukan suatu analisis untuk mengolah data-data tersebut, yang saat ini dikenal sebagai data mining for business intelligence. Dimana data mining diartikan sebagai suatu proses mengekstrasi dan menggali suatu data berskala besar untuk memperoleh suatu pola atau informasi yang menarik sebagai acuan bagi para pelaku bisnis dalam mecapai tujuannya. Proses data mining itu sendiri tak hanya melibatkan satu analisis, namun ia merupakan integrasi dari berbagai teknik yang bersumber dari beragam disiplin ilmu, seperti halnya sistem pengelolaan database (database management system), analisis statistik, machine learning, high-end computation, neural networks¸ teknik visualisasi data, analisis pola, serta analisis lainnya. Sebagai contoh, perusahaan kini dapat meneliti produk apa yang paling banyak diminati oleh pelanggan berdasarkan latar belakang pelanggan itu sendiri, misalnya, pendapatan. Pelanggan berpendapatan tinggi akan cenderung memilih produk yang memiliki brand ternama, sedang pelanggan berpendapatan rendah maupun menengah akan cenderung memilih produk dengan kualitas baik namun dengan harga yang dapat dijangkau. Selain faktor pendapatan, perusahaan juga dapat meneliti berdasarkan jenis pekerjaan pelanggan, usia pelanggan, dan keterkaitan lainnya yang bersumber dari analisis pelanggan. Hal itu jelas sangatlah berguna untuk memprediksi hasil penjualan, memperbaiki strategi pemasaran, serta membantu perusahaan dalam proses pengambilan keputusan.
          Selain customer analysis, tentu masih banyak hal lain yang dapat ditemukan melalui proses data mining for business intelligence ini. Analisis pasar misalnya, selain konsumen, kondisi pasar pun harus diperhitungkan agar bisnis dapat berjalan tanpa melalui hambatan yang berarti. Analisis pasar ini dapat dilakukan dengan menarik opini dari berbagai sumber, misalnya social media, yang dikenal pula sebai sentiment analysis. Dimana analisis sentimen dilakukan untuk melihat pendapat atau kecenderungan opini seseorang terhadap sebuah masalah atau objek, apakah berupa pandangan yang positif atau negatif. Dalam dunia bisnis, objek yang dimaksud dapat berupa brand, yakni menganalisis bagaimana pandangan masyarakat terhadap brand bisnis yang dikenalkan, apakah brand tersebut sudah cukup menarik minat sebagian besar masyarakat ataukah hanya menarik minat beberapa kalangan saja. Selain itu, dari sentiment analysis perusahaan dapat melihat daya saing produk mereka diantara produk-produk bisnis lainnya, yang tentunya akan membuat perusahaan mengambil langkah yang kompetitif untuk dapat menjadi the number one business yang diingikan oleh masyarakat luas. Hasil dari sentiment analysis ini akan membawa perusahaan pada suatu kesimpulan yakni kekuatan apa (strength) yang dimiliki perusahaan serta kelemahan (weakness) apa yang harus diperbaiki agar bisnis dapat tetap stabil dan memberikan hasil yang maksimal.
         Lalu bagaimana dengan data internal perusahaan seperti transaksi, jumlah penjualan, jumlah produksi, target pemasaran, dan sebagainya? Melalui model dan analisis statistik yang begitu beragam, perusahaan dapat mengolah indikator-indikator tersebut menggunakan suatu ringkasan statistik, analisis inferensi, maupun
pembentukan model yang sesuai, yang nantinya dapat menjadi acuan dalam memprediksi kehidupan bisnis mereka pada periode ke depan. Seperti misalnya, analisis regresi dalam pembentukan model prediksi, analisis korelasi untuk mengtahui hubungan antar indikator tertentu, pengelompokan data dengan clustering analysis, analisis inferensi, serta analisis statistik lain yang dapat menghasilkan informasi yang berharga sebagai dasar pertimbangan perusahaan dalam menentukan keputusan dan tindakan yang akan dilakukan. Keseluruhan analisis tersebut akan sangat membantu perusahaan dalam menerapkan strategi bisnis terbaik yang mampu menunjang keberhasilan bisnisnya, sehingga a profitable and suistanable business kini tak hanya menjadi mimpi belaka, namun dapat dicapai pada dunia nyata.
          Terakhir, keberhasilan bisnis tentu tak semata-mata ditentukan oleh bagaimana perusahaan mampu menahkodai perusahaannya dengan baik, namun juga bagaimana perusahaan dapat survive dari tantangan dan hambatan dari lingkungan eksternal yang tidak dapat secara langsung dikendalikan. Dari faktor pemerintahan misalnya, para pemegang kebijakan publik seharusnya dapat mempermudah regulasi bisnis di Indonesia, karena secara tidak langsung meledaknya jumlah usaha di Indonesia ini akan berdampak pada meluasnya lapangan pekerjaan dan meningkatnya pendapatan per kapita negara, sehingga masyarakat akan lebih sejahtera. Selain itu, pemerintah perlu menaruh fokus pada pengembangan sumber daya manusia, dimana hal itu dapat dimualai dari pemerataan dan perbaikan sistem pendidikan, penanaman keterampilan bagi angkatan kerja, serta peningkatan kualitas industri terutama usaha kecil dan menengah agar dapat bersaing secara efektif dalam pasar global. Sehingga dengan adanya kerjasama yang baik antara perusahaan, pemerintah, serta masyarakat luas, maka diharapkan kehidupan bisnis yang berjalan tak hanya menjadi sarana untuk memperoleh keuntungan pribadi semata, namun juga dapat menjadi tolak ukur dalam peningkatan perekonomian di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Han, Jiawei. Data Mining Concepts and Techniques 3rd Edition. Morgan Kauffman.
Rozi, I.F., Pramono, S.H.,& Dahlan, E.A. (2012). Implementasi Opinion Mining (Analisis Sentimen) untuk Ekstraksi Data Opini Publik pada Perguruan Tinggi. EECCIS, 6(1), 37-43.
Hamzah, Amir. (2014). Sentiment Analysis untuk Memanfaatkan Saran Kuesioner dalam Evaluasi Pembelajaran dengan Menggunakan Naive Bayes Classifier (NBC). Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (17-24). Yogyakarta :SNST.
Indonesia Invesment (2016). Penduduk Indonesia. Retrieved from http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/penduduk/item67
Saichudin (n.d). Menuju Bonus Demografi Indonesia Tahun 2020-2030. Retrieved from http://fkmalmarsya.blogspot.co.id/2015/03/menuju-bonus-demografi-indonesia-tahun.html
E-Commerce Picu Kenaikan Jumlah Usaha Non-Pertanian. Retrieved from http://economy.okezone.com/read/2016/08/19/320/1467751/e-commerce-picu-kenaikan-jumlah-usaha-non-pertanian
Pitrajaya (2016). Virtus Showcase 2016: Kunci Menghadapi Tantangan Bisnis di Era Digital. Retrieved from http://arenalte.com/berita/industri/virtus-showcase-2016-tantangan-bisnis-di-era-digital/
Teradata (n.d). How Big Data Works. Retrieved from http://bigdata.teradata.com/US/Big-Data-Quick-Start/How-Big-Data-Works/
BMC (n.d) . Expedite Access To Decision-Critical Data. Retrieved from http://www.bmc.com/it-solutions/big-data.html
Mcafee (2012). Big Data: The Management Revolution. Retrieved from https://hbr.org/2012/10/big-data-the-management-revolution
SAS (n.d). Big Data Analytic. Retrieved from http://www.sas.com/en_us/insights/analytics/big-data-analytics.html
Angeles (2014) . Big Data vs. CRM: How Can They Help Small Business?. Retrieved from http://www.businessnewsdaily.com/6053-big-data-vs-crm.html
No. Peserta_Univ
Marr (2015). 4 Ways Big Data will Change Every Business.. Retrieved from http://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2015/09/08/4-ways-big-data-will-change-every-business/
Morgan (2015). Big Data: 6 Real-Life Business Cases. Retrieved from http://www.informationweek.com/software/enterprise-applications/big-data-6-real-life-business-cases/d/d-id/1320590
Sa’diyah (2016). Agar Bonus Demografi Tak Jadi Bencana. Retrieved from http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/06/20/o923l7335-agar-bonus-demografi-tak-jadi-bencana
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2016). Punya Bonus Demografi, Indonesia Bisa Percepat Pembangunan. Retrieved from http://www.kemenkeu.go.id/Berita/punya-bonus-demografi-indonesia-bisa-percepat-pembangunan
Badan Pusat Statistik (n.d). Proyeksi Penduduk, Mercusuar Pembangunan Negara. Retrieved from https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id/85
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2014). Indonesia Dalam Bayang-Bayang Middle Income Trap. Retrieved from http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/indonesia-dalam-bayang-bayang-middle-income-trap
Good News From Indonesia (2016). Setelah Satu Dekade Berapa Jumlah Usaha di Indonesia? Temukan Jawabannya. Retrieved from https://www.goodnewsfromindonesia.org/2016/08/31/setelah-satu-dekade-berapa-jumlah-usaha-di-indonesia-temukan-jawabannya
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2013). Pengguna Internet di Indonesia 63 Juta Orang. Retrieved from https://www.kominfo.go.id/content/detail/3415/kominfo-pengguna-internet-di-indonesia-63-juta-orang/0/berita_satker
Supriadi (2015). Tahun 2016, Bisnis Online Akan Tumbuh Subur. Retrieved from
http://www.marketing.co.id/jumlah-bisnis-online-akan-meroket-di-2016/


#MudaBerkarya
( Choirun Nisa & Muthmainah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Buku dan Kelas Pra-Nikah

Apa Arti Kebarokahan dalam Hidup?

Bismillah.. Sudah hampir 1 tahun berada di Bogor, kota hujan penuh keberkahan. Selayaknya di Jogja yang begitu banyak taman-taman surge (majelis ilmu), di Bogor pun cukup bertebaran taman-taman surge meskipun tidak sebanyak di Jogja. Memang, di Jogja setiap hari ada kajian dari waktu subuh hingga isya’ di berbagai masjid-masjid, kampong dan kampus. Maka tak heran jika ada teman yang mengatakan bahwa ‘Jogja itu surganya kajian’ .   Itulah mungkin salah satu dari kerinduan Jogja.. Salah satu majelis ilmu yang saya ikuti pada hari Sabtu, 21 September 2019 yakni kajian Ngariung Yuk yang ternyata udah batch 6. Kajian ini ternyata juga diadakan dari Bogor Raincake milik pasangan artis Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu (a.k.a cinta fitri yang terwujud di dunia nyata). Pada Kajian Ngariung Yuk batch 6 ini mengundang seorang Ustadz ternama yakni Ust Oemar Mita di The Sahira Hotel, Bogor. Meskipun ada kuota tapi acara ini gratis. Hal ini cukup menginspirasi saya bahwa bisnis yang kemud

BAHAGIA: bukan tentang harta, tapi tentang rasa

          Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) didapuk sebagai provinsi termiskin di Pulau Jawa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan sebanyak 11,49% penduduk miskin pada 2022. Artinya, pengeluaran mereka berada di bawah garis kemiskinan Yogyakarta, yakni Rp551.342 per kapita/bulan. Sedangan Indeks Pembangunan Manusaia (IPM) di provinsi DIY tertinggi kedua nasional yakni sebesar 80,64 pada 2022. IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.Mari melihat satu data lagi yakni indeks kebahagiaan DIY sebesar 71,7 pada 2021, angka lebih besar dari rata-rata nasional yang sebesar 71,49. Indeks Kebahagiaan Indonesia merupakan indeks komposit yang dihitung secara tertimbang menggunakan dimensi (perasaan dan makna hidup) dan indikator dengan skala 0-100. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan penduduk yang semakin bahagia.                       Data kemiskinan,