Langsung ke konten utama

On The Way to be Millenial Mom



Bismillah..

Alhamdulillah, hari sabtu, 5 Oktober 2019 bisa ikut seminar parenthing dengan tema On The Way to be Millenial Mom  yang dinisiasi oleh komunitas @pagar_mangkok yang ada di IPB, Bogor. Seminar kali ini cukup special karena pembicaranya yaitu Kak Wina Risman (Putri Bu Elly Risman) dan sayangnya acara ini hanya khusus muslimah, padahal para muslim/ikhwan juga wajib dapet ilmu ini. Tapi, Alhamdulillah tadi Kak Wina sudah menawarkan kegiatan serupa yang terbuka untuk umum.
Oke, kali ini saya coba mulai sharing sedikit apa yang saya dapatkan ya dan sedikit saya kembangkan dengan pemikiran saya sendiri hehe.. sebab, saya sedikit nulis karena sudah terlanjur terbius untuk mendengarkan kisah-kisah dan materi dari beliau, saking khusyu’nya jadi gak sempet nulis hehe..

Let’s Start..
Kak Wina lulusan Magister dari IIUM Malaysia dari jurusan teaching thinking, jurusan yang unik dan menarik. Semoga Allah berikan kesempatan belajar disana juga kelak, aamiin.. Sebelum itu, beliau pada tahun 1993 pernah bersekolah SMP/SMA gitu di Florida hingga pada suatu pagi saat beliau menunggu bus untuk pergi sekolah bertemu seorang remaja. Beliau bertemu seorang remaja putri yang seumuran dengan beliau (sekitar usia 14 tahun) dan membawa 2 balita. Sontak Kak Wina sempat terkaget, sebab anak seumuran beliau udah punya 2 balita dan yang lebih miris lagi adalah 2 balita itu dari ayah yang berbeda. Tidak cukup disitu kemirisannya, ayah-ayah dari anak itu semuanya sudah pergi begitu saja dan bermain dengan wanita lain. Astaghfirullah, sebegitu bebasnya pergaulan dan sebegitu mengganggap enteng amanah seorang anak (titipan dari Allah)… 

Kelak, kita akan menjadi ibu (orang tua) yang dititpkan Allah amanah anak (makhluk hidup) dengan sempurna. Pertanyaan besar yang harus kita jawab dengan tindakan yakni, bagaimana kita dapat mengembalikan amanah ini (anak) kembali pada Allah dalam keadaan sempurna pula. Ini ada PR besar kita. Analoginya seperti, misalnya nih kita meminjam sebuah buku dari perpustakaan dalam keadaan rapi an bersih maka ketika buku itu sudah waktunya dikembalikan kita harus memastikan bahwa buku itu kembali ke perpustakaan dalam keadan seperti semula. Jangan sampai ada robekan, kotoran, air, coretan dan lain-lain. Kita pasti akan berusaha keras menjaga buku itu supaya tidak terkena denda dari perpustakaan. Itu hanya soal buku saja (hal kecil), sedangkan anak ini amanah yang besar sebab pertanggungjawaban kita langsung pada Allah. Tidak ada jaminan anak yang awalnya Allah titipkan dalam keadaan suci dan sempurna juga bisa kembali seperti sedia kala. Hanya kitalah sebagai orang tua yang harus berusaha untuk mengembalikan dalam keadaan seperti semula. Maka, kata beliau ilmu untuk menjadi Ibu sangatlah penting. Parenthing First..

Sebelum kita mempelajari ilmu tersebut lebih mendalam, kita harus mengenali diri kita sendiri. Tanyakan, siapa saya? Kita harus bisa menilai dan selesai dengan diri kita sendiri. Beliau mem-breakdown menjadi 4 peran yakni sebagai anak, mahasiwa, pekerja, anggota masyarakat. Namun, diatas semua peran ini ada 1 hal yang paling utama dan harus senantiasa sebagai pondasi dalam setiap peran yang kita jalani, yakni sebagai hambaNya. Sebagai anak maka maksimalkan bakti kita ke kedua orang tua, sebelum kelak bakti kita akan berpindah ke suami ketika sudah menikah. Sebagai mahasiswa maka maksimalkan peran kita dalam mencari ilmu, ilmu yang berkah dan bermanfaat. Senantiasa luruskan niat dalam mencari ilmu dan ilmu yang didapatkan sebagai persembahan utama untuk diri sendiri dan keluarga. Jangan sampai, ada seseorang ibu yang mungkin sudah bergelar doktor atau bahkan professor tapi anaknya diajar/diasuh oleh seorang pembantu karena mengejar karir. Maka ketika ada kondisi tersebut, ada pertanyaan besar bahwa sebenernya ilmu itu untuk siapa dan untuk apa? #mari refleksi diri 

Kenapa kita khawatir terhadap segala sesuatu yang ada di atas muka bumi (sudah dijamin), tetapi justru lalai terhadap hal yang tidak dijamin di bawah tanah. Ada kisah nyata, seorang anak dan keluarganya yang menunggu ayahnya koma selama 5 tahun di rumahnya. Singkat cerita, suatu hari qadarullah sang ayah itu tersadar dari komanya dan dalam keadaan seperti bukan orang sakit. Bahkan, sang ayah merasa dirinya hanya tidur sebentar. Keluarganya pun sangat bahagia dan mendekat pada sang ayah, kemudian sang ayah meminta es krim. Saking bahagianya, segera lah dibelikan es krim yang banyak dan diberikan pada sang ayah. Sang ayah pun mengambil satu es krim dan memakannya. Tak lama setelah itu, sang ayah meninggal dunia. Salah satu kisah nyata yang dapat semakin menguatkan keyakinan kita pada Allah dan juga sebuah hadits berikut ini:
“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144).

Beberapa hari kemarin,  saya membuka story instagram dan melihat story salah satu teman SMP saya. Dia bercerita bahwa saat dia di kamar berbalas  pesan WA melalui HP, tiba-tiba HPnya berasap dan berakhir meledak sampai gosong, entah apa penyebabnya. Qadarullah, sore harinya ayahnya pulang dan membawa HP S*ms*ng S10 pemberian dari orang dan menyerahkan HP baru itu ke dirinya. So, apa perlu kita khawatir dengan hal yang sudah pasti dijamin? Mari meresahkan hal-hal yang belum Allah jamin.. #ntms

Seperti kisah Kak Wina menikah yang menikah dengan seorang pria yang masih berstatus mahasiwa. Saat itu suaminya kuliah dan menyewa sebuah rumah kecil di Malaysia. Mereka berdua hidup sederhana dan jauh dari berbagai fasilitas mewah yang biasanya Kak Wina rasakan saat belum berkeluarga. Kak Wina tumbuh dan besar di keluarga yang berada, penuh dengan fasilitas (ruangan ber AC, punya pembantu, punya sopir, dll).  Bersyukurnya, orang tua Kak Wina ini sering mengajarkan Kak Wina untuk hidup sederhana dan mencoba merasakan menjadi orang-orang yang tidak seberuntung KaK Wina secara finansial. Sehingga, ketika Kak Wina menikah dan hidup berkeluarga dengan sangat sederhana dan jauh dari kata mewah, beliau masih bisa bertahan salah satunya karena didikan kedua orang tuanya. Maka, kelak kalau kita punya anak senantiasa didik untuk menjadi anak yang mandiri. Jangan menuruti semua keinginannya, harus disiplin dan tegas dalam mendidiknya. Ini bahasan tersendiri kalau membahas tentang pengasuhan anak. Beliau mengatakan bahwa pendidikan utama anak itu sampai 8 tahun pertama, atau paling tidak 5 tahun pertama kita jangan pernah lepas dari pengasuhan anak kita. 

Sebagai perempuan, beliau mengatakan bahwa perempuan itu ada 4 musim yakni anak +pembelajar, istri, ibu, dan menua. Setiap musim ini harus kita maksimalkan peran-peran kita. Sebelum, menikah pun selain mencari suami yang sholeh, hal yang terpenting ialah tentang kesamaan visi misi dan cara berpikir. Kemampuan berpikir ini harus kita latih dari sekarang dan anak-anak pun harus dilatih kemmampuan berpikir. Sehingga, kelak bukan lagi bertanya kepada anak tentang “nanti mau jadi apa/cita-citanya”? tapi bertanyalah pada anak “mau menyelesaikan masalah apa di dunia ini, nak?”  Melatih berpikir ini penting, karena sebagai dasar kita melakukan sesuatu dan mengambil keputusan, tanyalah kenapa dan bagaimana.

So, let’s otw…
1.      Petakan masalah yang ada
2.      Atur prioritas
3.      Lengkapi diri dengan selalu belajar
4.      Tulis goal dan tahapan-tahapannya
5.      Berdoa selalu

Sekian sedikit sharing dari saya, semoga bermanfaat dan bisa menjadi bahan refleksi diri kita.
Terimakasih kak @winarisman_official dan komunitas @pagar_mangkok


Bogor, 06 Oktober 2019
@choir19cca




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Buku dan Kelas Pra-Nikah

Apa Arti Kebarokahan dalam Hidup?

Bismillah.. Sudah hampir 1 tahun berada di Bogor, kota hujan penuh keberkahan. Selayaknya di Jogja yang begitu banyak taman-taman surge (majelis ilmu), di Bogor pun cukup bertebaran taman-taman surge meskipun tidak sebanyak di Jogja. Memang, di Jogja setiap hari ada kajian dari waktu subuh hingga isya’ di berbagai masjid-masjid, kampong dan kampus. Maka tak heran jika ada teman yang mengatakan bahwa ‘Jogja itu surganya kajian’ .   Itulah mungkin salah satu dari kerinduan Jogja.. Salah satu majelis ilmu yang saya ikuti pada hari Sabtu, 21 September 2019 yakni kajian Ngariung Yuk yang ternyata udah batch 6. Kajian ini ternyata juga diadakan dari Bogor Raincake milik pasangan artis Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu (a.k.a cinta fitri yang terwujud di dunia nyata). Pada Kajian Ngariung Yuk batch 6 ini mengundang seorang Ustadz ternama yakni Ust Oemar Mita di The Sahira Hotel, Bogor. Meskipun ada kuota tapi acara ini gratis. Hal ini cukup menginspirasi saya bahwa bisnis yang kemud

BAHAGIA: bukan tentang harta, tapi tentang rasa

          Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) didapuk sebagai provinsi termiskin di Pulau Jawa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan sebanyak 11,49% penduduk miskin pada 2022. Artinya, pengeluaran mereka berada di bawah garis kemiskinan Yogyakarta, yakni Rp551.342 per kapita/bulan. Sedangan Indeks Pembangunan Manusaia (IPM) di provinsi DIY tertinggi kedua nasional yakni sebesar 80,64 pada 2022. IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.Mari melihat satu data lagi yakni indeks kebahagiaan DIY sebesar 71,7 pada 2021, angka lebih besar dari rata-rata nasional yang sebesar 71,49. Indeks Kebahagiaan Indonesia merupakan indeks komposit yang dihitung secara tertimbang menggunakan dimensi (perasaan dan makna hidup) dan indikator dengan skala 0-100. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan penduduk yang semakin bahagia.                       Data kemiskinan,